Wednesday, July 18, 2007

Di atas sejadah cinta...

KOTA KUFAH terang oleh sinar purnama. Semilir angin yang bertiup dari utara membawa hawa sejuk. Sebagian rumah telah menutup pintu dan jendelanya. Namun geliat hidup kota Kufah masih terasa.Di serambi masjid Kufah, seorang pemuda berdiri tegap menghadap kiblat. Kedua matanya memandang teguh ke tempat sujud. Bibirnya bergetar melantunkan ayat-ayat suci Al-Quran. Hati dan seluruh gelegak jiwanya menyatu dengan Tuhan, Pencipta alam semesta. Orang-orang memanggilnya "Zahid" atau "Si Ahli Zuhud", karena kezuhudannya meskipun ia masih muda. Dia dikenal masyarakat sebagai pemuda yang paling tampan dan paling mencintai masjid di kota Kufah pada masanya. Sebagian besar waktunya ia habiskan di dalam masjid, untuk ibadah dan menuntut ilmu pada ulama terkemuka kota Kufah. Saat itu masjid adalah pusat peradaban, pusat pendidikan, pusat informasi dan pusat perhatian.

Pemuda itu terus larut dalam samudera ayat Ilahi. Setiap kali sampai pada ayat-ayat azab, tubuh pemuda itu bergetar hebat. Air matanya mengalir deras. Neraka bagaikan menyala-nyala dihadapannya. Namun jika ia sampai pada ayat-ayat nikmat dan surga, embun sejuk dari langit terasa bagai mengguyur sekujur tubuhnya. Ia merasakan kesejukan dan kebahagiaan. Ia bagai mencium aroma wangi para bidadari yang suci.

Tatkala sampai pada surat Asy Syams , ia menangis,
"fa alhamaha fujuuraha wa taqwaaha. qad aflaha man zakkaaha. wa qad khaaba man dassaaha" (maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu jalan kefasikan dan ketaqwaan, sesungguhnya, beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan sungguh merugilah orang yang mengotorinya)

Hatinya bertanya-tanya. Apakah dia termasuk golongan yang mensucikan jiwanya. Ataukah golongan yang mengotori jiwanya? Dia termasuk golongan yang beruntung, ataukah yang merugi? Ayat itu ia ulang berkali-kali. Hatinya bergetar hebat. Tubuhnya
berguncang. Akhirnya ia pingsan.

Sementara itu, di pinggir kota tampak sebuah rumah mewah bagai istana. Lampu-lampu yang menyala dari kejauhan tampak berkerlap-kerlip bagai bintang gemintang. Rumah itu milik seorang saudagar kaya yang memiliki kebun kurma yang luas dan hewan ternak yang tak terhitung jumlahnya. Dalam salah satu kamarnya, tampak seorang gadis jelita sedang menari-nari riang gembira. Wajahnya yang putih susu tampak kemerahan terkena sinar yang terpancar bagai tiga lentera yang menerangi ruangan itu. Kecantikannya sungguh memesona. Gadis itu terus menari sambil mendendangkan syair-syair cinta, "in kuntu `asyiqatul lail fa ka'si musyriqun bi dhau'wal hubb al wariq" (jika aku pencinta malam maka gelasku memancarkan cahaya dan cinta yang mekar)

Gadis itu terus menari-nari dengan riangnya. Hatinya berbunga-bunga. Di ruangan tengah, kedua orangtuanya menyungging senyum mendengar syair yang didendangkan putrinya. Sang ibu berkata, "Abu Afirah, putri kita sudah menginjak dewasa. Kau dengarkanlah baik-baik syair-syair yang ia dendangkan."
"Ya, itu syair-syair cinta. Memang sudah saatnya dia menikah. Kebetulan tadi siang di pasar aku berjumpa dengan Abu Yasir. Dia melamar Afirah untuk putranya, Yasir."
"Bagaimana, kau terima atau?"
"Ya jelas langsung aku terima. Dia ` kan masih kerabat sendiri dan kita banyak berhutang budi padanya. Dialah yang dulu menolong kita waktu kesusahan. Di samping itu Yasir itu gagah dan tampan."
"Tapi bukankah lebih baik kalau minta pendapat Afirah dulu?"
"Tak perlu! Kita tidak ada pilihan kecuali menerima pinangan ayah Yasir. Pemuda yang paling cocok untuk Afirah adalah Yasir."
"Tapi, engkau tentu tahu bahwa Yasir itu pemuda yang tidak baik."
"Ah, itu gampang. Nanti jika sudah beristri Afirah, dia pasti juga akan tobat! Yang penting dia kaya raya."

Pada saat yang sama, di sebuah tenda mewah, tak jauh dari pasar Kufah. Seorang pemuda tampan dikelilingi oleh teman-temannya. Tak jauh darinya seorang penari melenggak lenggokan tubuhnya diiringi suara gendang dan seruling.
"Ayo bangun, Yasir. Penari itu mengerlingkan matanya padamu!" bisik temannya.
"Be...benarkah? "
"Benar. Ayo cepatlah. Dia penari tercantik kota ini. Jangan kau sia-siakan kesempatan ini, Yasir!"
"Baiklah. Bersenang-senang dengannya memang impianku."
Yasir lalu bangkit dari duduknya dan beranjak menghampiri sang penari. Sang penari mengulurkan tangan kanannya dan Yasir menyambutnya. Keduanya lalu menari-nari diiringi irama seruling dan gendang. Keduanya benar-benar hanyut dalam kelenaan. Dengan gerakan mesra penari itu membisikkan sesuatu ketelinga Yasir,
"Apakah Anda punya waktu malam ini bersamaku?"
Yasir tersenyum dan menganggukan kepalanya. Keduanya terus menari dan menari. Suara gendang memecah hati. Irama seruling melengking-lengking. Aroma arak menyengat nurani. Hati dan pikiran jadi mati.

Keesokan harinya. Usai shalat dhuha, Zahid meninggalkan masjid menuju ke pinggir kota. Ia hendak menjenguk saudaranya yang sakit. Ia berjalan dengan hati terus berzikir membaca ayat-ayat suci Al-Quran. Ia sempatkan ke pasar sebentar untuk membeli anggur dan apel buat saudaranya yang sakit. Zahid berjalan melewati kebun kurma yang luas. Saudaranya pernah bercerita bahwa kebun itu milik saudagar kaya, Abu Afirah. Ia terus melangkah menapaki jalan yang membelah kebun kurma itu. Tiba-tiba dari kejauhan ia melihat titik hitam. Ia terus berjalan dan titik hitam itu semakin membesar dan mendekat. Matanya lalu menangkap di kejauhan sana perlahan bayangan itu menjadi seorang sedang menunggang kuda. Lalu sayup-sayup telinganya menangkap suara, "Toloong! Toloong!!"
Suara itu datang dari arah penunggang kuda yang ada jauh di depannya. Ia menghentikan langkahnya. Penunggang kuda itu semakin jelas.
"Toloong! Toloong!!"
Suara itu semakin jelas terdengar. Suara seorang perempuan. Dan matanya dengan jelas bisa menangkap penunggang kuda itu adalah seorang perempuan. Kuda itu berlari kencang.
"Toloong! Toloong hentikan kudaku ini! Ia tidak bisa dikendalikan! "
Mendengar itu Zahid tegang. Apa yang harus ia perbuat. Sementara kuda itu semakin dekat dan tinggal beberapa belas meter di depannya. Cepat-cepat ia menenangkan diri dan membaca shalawat. Ia berdiri tegap di tengah jalan. Tatkala kuda itu sudah sangat dekat ia mengangkat tangan kanannya dan berkata keras, "Hai kuda makhluk Allah, berhentilah dengan izin Allah!"
Bagai pasukan mendengar perintah panglimanya, kuda itu meringkik dan berhenti seketika. Perempuan yang ada dipunggungnya terpelanting jatuh. Perempuan itu mengaduh. Zahid mendekati perempuan itu dan menyapanya,
"Assalamu'alaiki. Kau tidak apa-apa?"
Perempuan itu mengaduh. Mukanya tertutup cadar hitam. Dua matanya yangbening menatap Zahid. Dengan sedikit merintih ia menjawab pelan,
"Alhamdulillah, tidak apa-apa. Hanya saja tangan kananku sakit sekali. Mungkin terkilir saat jatuh."
"Syukurlah kalau begitu."
Dua mata bening di balik cadar itu terus memandangi wajah tampan Zahid. Menyadari hal itu Zahid menundukkan pandangannya ke tanah. Perempuan itu perlahan bangkit. Tanpa sepengetahuan Zahid, ia membuka cadarnya. Dan tampaklah wajah cantik nan memesona,
"Tuan, saya ucapkan terima kasih. Kalau boleh tahu siapa nama Tuan, dari mana dan mau ke mana Tuan?"
Zahid mengangkat mukanya. Tak ayal matanya menatap wajah putih bersih memesona. Hatinya bergetar hebat. Syaraf dan ototnya terasa dingin semua. Inilah untuk pertama kalinya ia menatap wajah gadis jelita dari jarak yang sangat dekat. Sesaat lamanya keduanya beradu pandang. Sang gadis terpesona oleh ketampanan Zahid, sementara gemuruh hati Zahid tak kalah hebatnya. Gadis itu tersenyum dengan pipi merah merona, Zahid tersadar, ia cepat-cepat menundukkan kepalanya. "Innalillah.
Astagfirullah, " gemuruh hatinya.
"Namaku Zahid, aku dari masjid mau mengunjungi saudaraku yang sakit."
"Jadi, kaukah Zahid yang sering dibicarakan orang itu? Yang hidupnya cuma di dalam masjid?"
"Tak tahulah. Itu mungkin Zahid yang lain." kata Zahid sambil membalikkan badan. Ia lalu melangkah.
"Tunggu dulu Tuan Zahid! Kenapa tergesa-gesa? Kau mau kemana?Perbincangan kita belum selesai!"
"Aku mau melanjutkan perjalananku! "

Tiba-tiba gadis itu berlari dan berdiri di hadapan Zahid. Terang saja Zahid gelagapan. Hatinya bergetar hebat menatap aura kecantikan gadis yang ada di depannya. Seumur hidup ia belum pernah menghadapi situasi seperti ini.

"Tuan aku hanya mau bilang, namaku Afirah. Kebun ini milik ayahku. Dan rumahku ada di sebelah selatan kebun ini. Jika kau mau silakan datang ke rumahku. Ayah pasti akan senang dengan kehadiranmu. "Dan sebagai ucapan terima kasih aku mau menghadiahkan ini."... Gadis itu lalu mengulurkan tangannya memberi sapu tangan hijau muda.
"Tidak usah."
"Terimalah, tidak apa-apa! Kalau tidak Tuan terima, aku tidak akan memberi jalan!"
Terpaksa Zahid menerima sapu tangan itu. Gadis itu lalu minggir sambil menutup kembali mukanya dengan cadar. Zahid melangkahkan kedua kakinya melanjutkan perjalanan.

Saat malam datang membentangkan jubah hitamnya, kota Kufah kembali diterangi sinar rembulan. Angin sejuk dari utara semilir mengalir. Afirah terpekur di kamarnya. Matanya berkaca-kaca. Hatinya basah.Pikirannya bingung. Apa yang menimpa dirinya. Sejak kejadian tadi pagi di kebun kurma hatinya terasa gundah. Wajah bersih Zahid bagai tak hilang dari pelupuk matanya. Pandangan matanya yang teduh menunduk membuat hatinya sedemikian terpikat. Pembicaraan orang-orang tentang kesalehan seorang pemuda di tengah kota bernama Zahid semakin membuat hatinya tertawan. Tadi pagi ia menatap wajahnya dan mendengarkan tutur suaranya. Ia juga menyaksikan wibawanya. Tiba-tiba air matanya mengalir deras. Hatinya merasakan aliran kesejukan dan kegembiraan yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Dalam hati ia berkata,

"Inikah cinta? Beginikah rasanya? Terasa hangat mengaliri syaraf. Juga terasa sejuk di dalam hati. Ya Rabbi, tak aku pungkiri aku jatuh hati pada hamba-Mu yang bernama Zahid. Dan inilah untuk pertama kalinya aku terpesona pada seorang pemuda. Untuk pertama kalinya aku jatuh cinta. Ya Rabbi, izinkanlah aku mencintainya. "

Air matanya terus mengalir membasahi pipinya. Ia teringat sapu tangan yang ia berikan pada Zahid. Tiba-tiba ia tersenyum, "Ah sapu tanganku ada padanya. Ia pasti juga mencintaiku. Suatu hari ia akan datang kemari." Hatinya berbunga-bunga. Wajah yang tampan bercahaya dan bermata teduh itu hadir di pelupuk matanya.

Sementara itu di dalam masjid Kufah tampak Zahid yang sedang menangis di sebelah kanan mimbar. Ia menangisi hilangnya kekhusyukan hatinya dalam shalat. Ia tidak tahu harus berbuat apa. Sejak ia bertemu dengan Afirah di kebun kurma tadi pagi ia tidak bisa mengendalikan gelora hatinya. Aura kecantikan Afirah bercokol dan mengakar sedemikian kuat dalam relung-relung hatinya. Aura itu selalu melintas dalam shalat, baca Al-Quran dan dalam apa saja yang ia kerjakan. Ia telah mencoba berulang kali menepis jauh-jauh aura pesona Afirah dengan melakukan shalat sekhusyu'-khusyu' -nya namun usaha itu sia-sia.

"Ilahi, kasihanilah hamba-Mu yang lemah ini. Engkau Mahatahu atas apa yang menimpa diriku. Aku tak ingin kehilangan cinta-Mu. Namun Engkau juga tahu, hatiku ini tak mampu mengusir pesona kecantikan seorang makhluk yang Engkau ciptakan. Saat ini hamba sangat lemah berhadapan dengan daya tarik wajah dan suaranya Ilahi, berilah padaku cawan kesejukan untuk meletakkan embun-embun cinta yang menetes-netes dalam dinding hatiku ini. Ilahi, tuntunlah langkahku pada garis takdir yang paling Engkau ridhai. Aku serahkan hidup matiku untuk-Mu." Isak Zahid mengharu biru pada Tuhan Sang Pencipta hati, cinta, dan segala keindahan semesta.

Zahid terus meratap dan mengiba. Hatinya yang dipenuhi gelora cinta terus ia paksa untuk menepis noda-noda nafsu. Anehnya, semakin ia meratap embun-embun cinta itu semakin deras mengalir. Rasa cintanya pada Tuhan. Rasa takut akan azab-Nya. Rasa cinta dan rindu-Nya pada Afirah. Dan rasa tidak ingin kehilangannya. Semua bercampur dan mengalir sedemikian hebat dalam relung hatinya. Dalam puncak munajatnya ia pingsan.

Menjelang subuh, ia terbangun. Ia tersentak kaget. Ia belom shalat tahajjud. Beberapa orang tampak tengah asyik beribadah bercengkerama dengan Tuhannya. Ia menangis, ia menyesal. Biasanya ia sudah membaca dua juz dalam shalatnya.
"Ilahi, jangan kau gantikan bidadariku di surga dengan bidadari dunia.Ilahi, hamba lemah maka berilah kekuatan!"

Ia lalu bangkit, wudhu, dan shalat tahajjud. Di dalam sujudnya ia berdoa, "Ilahi, hamba mohon ridha-Mu dan surga. Amin. Ilahi lindungi hamba dari murkamu dan neraka. Amin. Ilahi, jika boleh hamba titipkan rasa cinta hamba pada Afirah pada-Mu, hamba terlalu lemah untuk menanggung-Nya. Amin. Ilahi, hamba memohon ampunan-Mu, rahmat-Mu, cinta-Mu, dan ridha-Mu. Amin."

Pagi hari, usai shalat dhuha Zahid berjalan ke arah pinggir kota. Tujuannya jelas yaitu melamar Afirah. Hatinya mantap untuk melamarnya. Di sana ia disambut dengan baik oleh kedua orang tua Afirah. Mereka sangat senang dengan kunjungan Zahid yang sudah terkenal ketakwaannya di seantero penjuru kota . Afiah keluar sekejab untuk membawa minuman lalu kembali ke dalam. Dari balik tirai ia mendengarkan dengan seksama pembicaraan Zahid dengan ayahnya. Zahid mengutarakan maksud
kedatangannya, yaitu melamar Afirah. Sang ayah diam sesaat. Ia mengambil nafas panjang. Sementara Afirah menanti dengan seksama jawaban ayahnya. Keheningan mencekam sesaat lamanya. Zahid menundukkan kepala ia pasrah dengan jawaban yang akan diterimanya. Lalu terdengarlah jawaban ayah Afirah,

"Anakku Zahid, kau datang terlambat. Maafkan aku, Afirah sudah dilamar Abu Yasir untuk putranya Yasir beberapa hari yang lalu, dan aku telah menerimanya. "

Zahid hanya mampu menganggukan kepala. Ia sudah mengerti dengan baik apa yang didengarnya. Ia tidak bisa menyembunyikan irisan kepedihan hatinya. Ia mohon diri dengan mata berkaca-kaca. Sementara Afirah, lebih tragis keadaannya. Jantungnya nyaris pecah mendengarnya. Kedua kakinya seperti lumpuh seketika. Ia pun pingsan saat itu juga.

Zahid kembali ke masjid dengan kesedihan tak terkira. Keimanan dan ketakwaan Zahid ternyata tidak mampu mengusir rasa cintanya pada Afirah. Apa yang ia dengar dari ayah Afirah membuat nestapa jiwanya. Ia pun jatuh sakit. Suhu badannya sangat panas. Berkali-kali ia pingsan. Ketika keadaannya kritis seorang jamaah membawa dan merawatnya di rumahnya. Ia sering mengigau. Dari bibirnya terucap kalimat tasbih, tahlil, istigfhar dan Afirah.

Kabar tentang derita yang dialami Zahid ini tersebar ke seantero kota Kufah. Angin pun meniupkan kabar ini ke telinga Afirah. Rasa cinta Afirah yang tak kalah besarnya membuatnya menulis sebuah surat pendek,

Kepada Zahid,
Assalamu'alaikum

Aku telah mendengar betapa dalam rasa cintamu padaku. Rasa cinta itulah yang membuatmu sakit dan menderita saat ini. Aku tahu kau selalu menyebut diriku dalam mimpi dan sadarmu. Tak bisa kuingkari, aku pun mengalami hal yang sama. Kaulah cintaku yang pertama. Dan kuingin kaulah pendamping hidupku selama-lamanya.
Zahid, Kalau kau mau. Aku tawarkan dua hal padamu untuk mengobati rasa haus kita berdua. Pertama, aku akan datang ke tempatmu dan kita bisa memadu cinta. Atau kau datanglah ke kamarku, akan aku tunjukkan jalan dan waktunya.

Wassalam
Afirah


Surat itu ia titipkan pada seorang pembantu setianya yang bisa dipercaya. Ia berpesan agar surat itu langsung sampai ke tangan Zahid. Tidak boleh ada orang ketiga yang membacanya. Dan meminta jawaban Zahid saat itu juga. Hari itu juga surat Afirah sampai ke tangan Zahid. Dengan hati berbunga-bunga Zahid menerima surat itu dan membacanya. Setelah tahu isinya seluruh tubuhnya bergetar hebat. Ia menarik nafas panjang dan beristighfar sebanyak-banyaknya. Dengan berlinang air mata ia menulis untuk Afirah :

Kepada Afirah,
Salamullahi' alaiki,

Benar aku sangat mencintaimu. Namun sakit dan deritaku ini tidaklah semata-mata karena rasa cintaku padamu. Sakitku ini karena aku menginginkan sebuah cinta suci yang mendatangkan pahala dan diridhai Allah `Azza Wa Jalla'. Inilah yang kudamba. Dan aku ingin mendamba yang sama. Bukan sebuah cinta yang menyeret kepada kenistaan dosa dan murka-Nya.

Afirah,
Kedua tawaranmu itu tak ada yang kuterima. Aku ingin mengobati kehausan jiwa ini dengan secangkir air cinta dari surga. Bukan air timah dari neraka. Afirah, "Inni akhaafu in `ashaitu Rabbi adzaaba yaumin `adhim!" ( Sesungguhnya aku takut akan siksa hari yang besar jika aku durhaka pada Rabb-ku. Az Zumar : 13 )

Afirah,
Jika kita terus bertakwa. Allah akan memberikan jalan keluar. Tak ada yang bisa aku lakukan saat ini kecuali menangis pada-Nya. Tidak mudah meraih cinta berbuah pahala. Namun aku sangat yakin dengan firmannya : "Wanita-wanita yang tidak baik adalah untuk laki-laki yang tidak baik, dan laki-laki yang tidak baik adalah buat wanita-wanita yang tidak baik (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik
(pula). Mereka (yang dituduh) itu bersih dari apa yang dituduhkan oleh mereka. Bagi mereka ampunan dan rizki yang mulia (yaitu surga)." Karena aku ingin mendapatkan seorang bidadari yang suci dan baik maka aku akan berusaha kesucian dan kebaikan. Selanjutnya Allahlah yang menentukan.

Afirah,
Bersama surat ini aku sertakan sorbanku, semoga bisa jadi pelipur lara dan rindumu. Hanya kepada Allah kita serahkan hidup dan mati kita.

Wassalam,
Zahid


Begitu membaca jawaban Zahid itu Afirah menangis. Ia menangis bukan karena kecewa tapi menangis karena menemukan sesuatu yang sangat berharga, yaitu hidayah. Pertemuan dan percintaannya dengan seorang pemuda saleh bernama Zahid itu telah mengubah jalan hidupnya. Sejak itu ia menanggalkan semua gaya hidupnya yang glamor. Ia berpaling dari dunia dan menghadapkan wajahnya sepenuhnya untuk akhirat. Sorban putih pemberian Zahid ia jadikan sajadah, tempat dimana ia bersujud, dan menangis di tengah malam memohon ampunan dan rahmat Allah SWT. Siang ia puasa malam ia habiskan dengan bermunajat pada Tuhannya. Di atas sajadah putih ia menemukan cinta yang lebih agung dan lebih indah, yaitu cinta kepada Allah SWT. Hal yang sama juga dilakukan Zahid di masjid Kufah. Keduanya benar-benar larut dalam samudera cinta kepada Allah SWT.

Allah Maha Rahman dan Rahim. Beberapa bulan kemudian Zahid menerima sepucuk surat dari Afirah :

Kepada Zahid,
Assalamu'alaikum,

Segala puji bagi Allah, Dialah Tuhan yang memberi jalan keluar hamba-Nya yang bertakwa. Hari ini ayahku memutuskan tali pertunanganku dengan Yasir. Beliau telah terbuka hatinya. Cepatlah kau datang melamarku. Dan kita laksanakan pernikahan mengikuti sunnah Rasululullah SAW. Secepatnya.

Wassalam,
Afirah


LOVE is cinta : Jodoh ditangan Allah, walau apapun halangan dan rintangannya yang pasti akhirnya tetap bersama...hasil penulis Habiburrahman El Shirazy

Tuesday, July 10, 2007

Pertak vs Fraser's Hill Trip...

Aktiviti perkelahan bersama bebudak klyssa di Pertak vs Fraser's Hill telah berlangsung pada 8 July 2007 dengan gumbiranya...
seperti yang dijanjikan, tepat pukul 8.00 pagi kesemuanya dimestikan berkumpul di Stesen Minyak Projet Gombak tapi pagi itu aku dan jijot kelambatan sikit memandangkan aku pegi mengambil nasik lemak yang aku order sebanyak 25 bungkus... yum...yum...yummy sedapnyeee!! hehehe... dan kerana kelambatan yang tidak disengajakan itu, aku dan jijot akhirnya sampai di Stesen Projet sharp pukul 8.30pagi... sempat gak si jijot berkata "wahhhh ngam2 tue kul 8.30pg pandai aku budget masa...haha..." yelah camner tak cepat... bawak kereta macam FI... hahahahaha... Rupa-rupanya ada lagi yang belum sampai... terutama babe hafizz...(nyiiii apeeenieee lambat... kekehkehkee) setelah dikira-kira hanya 13 orang dan 4 biji keta jer yang menjoinkan diri dalam aktiviti perkelahan ini dan akhirnya kitorang memulakan perjalanan pada pukul 9.00pagi...

Sepanjang perjalanan ke Pertak... aku and jijot tak henti2 gelak akibat lawak yang keluar dari mulut babee... ada jer idea dia nak melawak kat dlm keta... sampai sakit2 perut kami dibuatnya... hehehe...
"Hafiz udah ler tue tadi kata nak tido..." aku menyuruh babee tidur... yelahh kalau asyik dah melawakk....sudahnya mmg tak tidur lah jawabnyee.... emmm suka hati ko ler babee....hihihihi...

Kami sempat singgah di pekan kecil untuk membeli buah2an... ntah ape ker namanyaa pekan tue... Pekan Kuala Kubu Bahru kot... hahaha ntah ler... lupa arr nak tengok signboard kat tepi jalan tue... mama and papa lah yang sibuk membeli buah manggis dgn mata kucing tapi sudahnya diperabis dek Acaii....Acaii!.. Acaii!... badan kurus tapi kuat makan... kekehkehee

Akhirnya destinasi yang dituju sampai juga walaupun jalan yang bengkang bengkok... turun naik bukit... dah rasa macam nak pegi cameron pun yea gak... sib baek aku tak muntah!... hahaha... memandangkan hari masih pagi, orang pun masih tak ramai maka tempat yang strategik telah dikebas oleh kami... hihihi... apa lagiii,aktivitinya mandiiiiiiiii... mandi... makan... mandi... makan... mandi... makan... haaa itulah keja kitorang kat situ... aku cuma jadi pemerhati terhormat jerlah kat situ lagipun aku takut nak mandi manda kat sungai nie... sosak napas den dibuatnyaa... takat rendam2 kaki tue adalah... hahahaha...

"haaa nie dah kul 1.30ptg nie... aku kasi korang mandi sampai kul 2ptg jerk... pastu kena siap.." aku suruh diorg nie berenti mandi and bersiap untuk naik ke Fraser's Hill... sempat jugak si mamat rex nie buat lawak "Oiii mak suruh naik pas kul 2ptg weiii..." hahahaha tergelak2 aku dibuatnyaa... wpun first time jumpa tapi macam dah lama kenal daaa... bersiap2lah kitorang sume... dan meneruskan aktiviti berkonvoi ker Fraser's Hill... makkk oiiii sejukkknyeeeeeeee... dah lah sejuk pastu hujan turun dgn lebat plakk... mengigil dibuatnyaa... nie sume gara2 kelupaan membawa baju sejuk akibat kalang kabut mengejar masa... padahal dah sediakan tue tapi lupa...

kitorang sume berenti makan dan menunaikan solat Asar di pekan kecil yang terletak di Fraser's Hill... akibat kesejukan hari itu aku pekena sup dgn 2 gelas air panas... huhh legaaa... Dalam pukul 5.30ptg kitorang sume pun bergerak pulang ke rumah masing-masing dengan keletihan... walaupun letih tapi seronok... mekacih kat korang sume ALIMI, DOROTHY,IRA(MAMA), KAMAL(PAPA), SHAWAL, JIJOT, BUDAKSETAN(EDDIE) & GIFLFRIEND & ADIK, ACAI, REX, BABEE HAFIZ dan termasuk diri saya sendiri JAJAOHGON kerana aktiviti berkelah ini berakhir dgn jayanya...

Kata2 aluan dari Tuan organizer aktiviti berkelah di Pertak vs Fraser's Hills
Di sini saya ingin mengucapkan ribuan terima kasih kepada saudara/saudari sekalian kerana sudi menglibatkan diri pada acara Pertak vs Fraser's Hill ini. Segala pertolongan dan sumbangan saudara/saudari sekalian amatlah dihargai kerana ianya membantu pada acara kali ini. Sekiranya ada salah silap dari pihak saya mahupun dari pihak saudara/saudari terhadap pihak2 yang lain, diharapkan agar dapat dimaafi. Saya juga tidak menafikan bahawa pada acara kali ini terdapat banyak kelemahan, maklumlah sudah lama tiada aktiviti2 sebegini. Jadi untuk acara2 pada masa akan datang, kita harus bergabung dan bersatu padu untuk menjadikan acara2 kita ini suatu acara yang menarik dan meninggalkan memori dan kenangan yang manis pada kita semua. wakakaka...

Kepada En Hafiz selaku pihak media rasmi bagi acara kita kali ini, di sini saya ingin mengutarakan soalan yang memusykilkan saya sejak balik ke rumah semalam. Jeng...jeng...jeng...soalannya berbunyi bilakah masanya video yang diambil oleh En Hafiz akan siap sepenuhnya? Jika ianya sudah siap, diharap agar ianya dihantar kepada saya melalui email...itupun kalau saiz failnya kecil. Tetapi jika saiz failnya terlalu besar, diharap En Hafiz dapat menyimpannya di dalam thumbdrive supaya ianya dapat dipindahkan ke dalam laptop saya pada masa akan datang nanti.

Saya juga ingin meminta kepada sesiapa yang menangkap gambar menggunakan kameranya sendiri pada acara semalam agar dapat menghantar softcopy gambar2 tersebut kepada saya melalui email. Ini kerana saya tidak mampu untuk melihat gambar2 yang diuploadkan dlm website masing2 di sini disebabkan talian internet tiada di dalam komputer saya ini.

Kepada En Kamal, saya ingin menasihat saudara agar bersopan santun apabila melibatkan diri di dalam aktiviti2 kita nanti. Sikap berak berterabur memang bertentangan dalam budaya Melayu kita melainkan bagi kaum Orang Asli. Tetapi sekiranya En Kamal merupakan suku sakat kaum Orang Asli, saya tidak mampu menahan saudara lagi untuk berak berterabur. Cuma soalannya di sini kepada En Kamal, bontot En Kamal dah basuh betul2 ker semalam?

Kepada En Acai plak, ingati lah asal usul kita. Dah kita dilahirkan sebagai Melayu hendaknya, tak payah laa cuba nak berlakon sebagai suku sakat orang Asli walaupun rupa En Acai ada melambangkan seperti mereka. Tetapi mungkin saya akan terpedaya kalau En Acai diletakkan di dalam kumpulan Orang Asli yang duduk di tepi jalanraya semalam, sungguh sukar untuk saya bezakan yang mana satu En Acai semalam.

Kepada Cik Jaja pula, mengapakah Cik Jaja tak turut serta mandi bersama kami semua? Adakah Cik Jaja takut air di situ bah apabila Cik Jaja berendam di dalamnya? Atau pun mungkin Cik Jaja tak tahu berenang? Tapi jika ya kalau tak tahu berenang, jangan takut kerana ramai penyelamat berada di situ. Tapi walau macam mana pun, nasi lemak yang Cik Jaja bawa semalam itu sungguh werld...tapi tak tahulah kalau nasi lemak Cik Jaja sendiri tuh yang lagi werld...wakakakaka

Kepada Cik Irangwati, hairan sungguh saya memandangkan adik kandung saudari iaitu Syawal, badannya lebih besar dari kakaknya sendiri. Adakah ini kerana Cik Irangwati mengalami penyakit tibi? ataupun lemak2 terkumpul dalam badan Cik Irangwati telah disedut habis oleh En Kamal kita memandangkan saya melihat perubahan memndadak pada tubuh En Kamal kita yang sudah semakin gemuk?

Dan kata-kata terakhir saya kepada En Eddie iaitu bakal abang ipar saya tidak lama lagi, sesungguhnya saya berasa malu dah segan untuk memikul tanggungjawab dan tugas yang abang berikan kepada saya. Tugas dan tanggungjawab sebagai adik ipar ini begitu berat memandangkan adik kandung abang sendiri masih tersipu-sipu dengan saya. Dengan erti kata lain, abang tolonglah sampaikan salam saya pada adik kandung abang itu...katakan padanya 'i love u too'.

Sekian, terima kasih.

Yang benar,
aLiMi...


Thursday, July 5, 2007

Pintu bahagia episod 5...

KONDOMINIUM Sri Idaman setinggi 32 tingkat tersergam indah di Rahman Putra Hills... kondo itulah yang dibeli Ajmal setahun yang lalu... Dia terus memakirkan Mini Cooper Merah miliknya ditempat meletak kereta yang telah disedia.
"jom, rumah abang kat tingkat 8..." beritahu Ajmal...
Alia hanya melemparkan senyuman kepada Ajmal dan mereka berjalan beriringan menuju ker lif... sampai di tingkat yang dimaksudkan Ajmal terus membuka pintu rumahnya...
"nie lah umah abang... abg harap Alia suka..." Alia hanya menganggukkan kepalanya...
"dah jomlah masuk..." pinta Ajmal...
"Assalammualaikum.." Alia memberi salam
"Waalaikumsalam... " sambut Ajmal bila isterinya memberi salam sebelum menjejakkan kaki ke dalam rumah...

Ruang tamu yang dihiasi indah... lengkap dengan perabot-perabot yang dibeli Ajmal dari IKEA, tampak ringkas tapi menarik, susunan perabot yang teratur...dan dilengkapi dengan alatan Home Theather melengkapkan lagi ruang tamu milik mereka... cantik.!.. bisik hati Alia... sambil matanya turut memerhatikan sekeliling ruang tamu rumah itu...
"jom abg tunjukkan bilik tidur kita..." Alia terus menuruti Ajmal dari belakang... menuju ke kamar yang diperkatakan oleh Ajmal...
"emm cantik tak?..." kata Ajmal setelah pintu bilik dibuka...
"cantiknyeeee... rasa macam nak tido jer... pandai awak kemas yea..." balas Alia...
"haha apa lagiii....jom arr kita tido..." sambil merebahkan diri diatas katil... bertujuan menyakat isterinya
"alaaa awak nie ngada2lah...awak lupa janji yea..." balas Alia lagi...
Ajmal hanya ketawa biler mendengarkan apa yang diperkatakan oleh isterinya... ternyata kamar itu kelihatan mewah... semua perabotnya diperbuat dari kayu Chengal yang bermutu tinggi... dihujung katil pula dihiasi Sofa malas buatan negara sendiri dan langsir yang berwarna kuning susu menyerlahkan lagi suasana kamar yang begitu nyaman dan tenteram...

"Awakkkkkk knapa bilik yg nie berkunci..." laung Alia pada suaminya....
Ajmal bingkas bangun dari pembaringannya terus meluru kearah isterinya...
"Ohh bilik yang tue ker sayang..." tanya Ajmal...
"haaa... yang nie laaa..." sambil mengetuk-getuk pintu bilik yang terkunci itu...
"buat masa nie, abang tak boleh nak bagi tahu apa yang ada kat dalam tue... tapi satu hari nanti sayang akan tau jugakkkk ..." beritahu Ajmal lalu memicit hidung Alia...
"ishh sakit laahhh..." Alia segera menepis tangan Ajmal dan menjeling kearahnya... Ajmal tersengeh-sengeh... terhibur dengan gelagat isterinya... ternyata Alia memang seorang yang manja...
"okey2 Abg minta maaf yea..." pinta Ajmal
"kasi Alia tengok apa yang ada kat dlm nie baru saya maafkan awakk..."
"tak boleh sayang... nanti sayang tahu jugak... but not now key..." pujuk Ajmal... tangan Alia dicapainya dan digenggam erat jemarinnya...
"yelahhh..." jawab Alia seolah-olah merajuk...
"haa camnie lah isteri abang..." balas Ajmal kelegaan bila Alia akur dengan kehendaknya...

Malam itu mereka menjamu selera bersama selepas menunaikan solat Mahgrib berjemaah... menikmati masakan kampung yang dimasak sendiri oleh Alia...berselera sungguh Ajmal menjamunya... nasi yang bertambah membuktikan suaminya menyukai akan masakannya itu... setelah selesai mereka menghabiskan masa bersama menonton televisyen dan akhirnya Alia terlelap juga disisi Ajmal... wajah lembut Alia ditenungnya dengan penuh rasa simpati...cepat tangannya mengangkat tubuh Alia dan di letakkan diatas katil...Alia yang kepenatan tidak sedar dengan tindakkan Ajmal... siang itu Alia sibuk mengemas barang-barang kepunyaannya dan Ajmal yang dibawa dari rumah keluarganya... Ingin saja dia memeluk tubuh isterinnya tapi niatnya itu di batalkan saja... takut kelakuannya itu menggangu tidur Alia.... dahi Alia diciumnnya perlahan-lahan untuk beberapa kali... dan berlalu meninggalkan Alia disitu...

Wednesday, July 4, 2007

Datin...

Today I have received one letter from HSBC... terkejut bila tertera kat envalope surat tue "Datin Shah Hajar"... hahahahaha sejak bilalah aku mendapat gelaran Datin nie?.... sape pula yang nak jadi Dato'nyeee nie?.... kan dah kena bahan dengan bebudak pagi nie... hehehehe


"Jaaa baek ko frame jer surat tue buat kenangan..." tergelak2 aku dibuatnya...

LOVE is cinta : Datin Diariess... hehehehehe

Monday, July 2, 2007

Pintu bahagia episod 4...

AZAN SUBUH berkumandang... Alia terjaga dari tidurnya... dia bingkas bangun dan melangkah kebilik air untuk membersihkan diri... 15minit kemudian Alia keluar dari bilik air dan terus menunaikan solat subuh... setelah selesai solat, dia memberanikan diri melangkah kearah Ajmal... peristiwa malam tadi lenyap begitu saja dari fikirannya... biarlah ia menjadi kenangan di hari pertama dia sebagai isteri Ajmal...

"Ajmal... Ajmal... bangun, dah subuh dah nie..." kejut Alia sambil mengoyangkan tubuh Ajmal beberapa kali... sebenarnya Ajmal sudah pun terjaga tapi sengaja dia membiarkan Alia terus mengejutkannya...
"Ajmal!... bangunlah nanti waktu subuh habis..." Alia mengoyangkan lagi tubuh Ajmal...
tiba-tiba satu kucupan mesra hinggap dipipi Alia... Alia terkedu... Ajmal hanya tersenyum lantas bangun meninggalkan Alia disitu menuju ke bilik air... segera Alia menyediakan pakaian buat Ajmal dah diletakkannya di sisi katil lantas terus berlalu turun ke dapur untuk menyediakan sarapan pagi buat mereka sekeluarga...

"Im... tolong panggilkan abg Ajmal turun breakfast.." Pintu Alia pada Imran...
"Okey kak..." balas Imran...
Imran terus meluru keatas memanggil Ajmal turun bersarapan sementara Alia menyusun hidangan diatas meja... sepuluh minit kemudian, Ajmal turun menuju kemeja makan... kesemua ahli keluarga Alia telah pun berada dulu dimeja makan...
"Assalammualaikum... " sapa Ajmal yang telah pun berdiri di tepi meja makan...
"waalaikumsalam..." jawab mereka sekeluarga...
"duk lah Ajmal..." pelawa Tuan Adli pada menantunya...
"mama... Alia mana ma..." tanya Ajmal pada Puan Anisa sambil tercari-cari kelibat isteri yang baru dikhawininya...
"ada tue kat dapur... aik baru tak nampak kejap takkan dah rindu kut..." sakat Puan Anisa...
Ajmal hanya tersengeh2 disitu sambil mengaru kepalanya yang tidak gatal...
"hahahaha Abg Ajmal dah malu tuee..." sampuk Imran...
Tiba-tiba Alia muncul dengan membawa seteko air nescafe...air kegemaran Alia sekeluarga...

Dengan bertambahnya seorang lagi ahli keluarga baru semakin meriahlah suasana Tuan Adli... makanan yang terhidang begitu menyelerakan... sambil mengisi perut, mereka bersembang-sembang dan ada kalanya mereka ketawa apabila masing-masing menceritakan perkara yang melucukan...
"mama... abah... saya cadang nak bawak Alia tinggal kat kondo saya tue sebelum saya mulakan tugas balik..." Ajmal bersuara tiba-tiba... Alia memandang wajah suaminya dengan keadaan yang terkejut... sedangkan dia tidak mengetahui apa-apa pun mengenai cadangan yang diberitahu Ajmal itu...
"emmm eloklah tue... abah dengan mama tak membantah... lagipun Alia tue dah sah menjadi isteri kamu... dah memang tanggungjawab kamu memimpin rumah tangga sendiri..." jawab Tuan Adli...
"ha'ah mama pun setuju juga... senang kamu nak mengenali diri masing-masing... hidup pun lebih berdikari..."
"camner Alia... abang harap Alia tak membantah lagipun rumah tue milik Alia jugak..." tanya Ajmal lagi dan sedikit memujuk isterinya... lembut Ajmal mengenggam tangan isterinya meminta persetujuan untuk berpindah kerumah miliknya yang dibeli setahun yang lalu...
"Alia ikut saja... Alia tak kisah..." akhirnya Alia bersuara sambil tersenyum pada Ajmal...hati Ajmal berbunga riang bila mendengarkan persetujuan Alia tentang perpindahan mereka ker kondo miliknya... Alia! abang akan tawan hatimu hingga berjaya....